Kamis, 23 Februari 2017

Peranan TIK dalam Penanggulangan Bencana

Evaluasi Peran Teknologi Dalam Penanggulangan Bencana Gempa Haiti


Gempa dan tsunami raksasa di ujung barat Sumatra telah memberikan pelajaran berharga betapa kecilnya manusia saat berhadapan dengan kedahsyatan alam yang dampaknya menghasilkan korban jiwa dan materi yang tak akan pernah terbayarkan kembali. Setelah gempa dan tsunami Aceh yang melibatkan Information & Communication Technologi (TIK) dalam penanggulangan dampak bencana, pun demikian dengan Haiti. Doug Hanchard menjelaskan bagaimana teknologi mampu meringankan kerja tim SAR dan menyelematkan sebanyak mungkin korban.

Pencitraan satelit menunjukan Port-au-Prince mengalami kerusakan maha dahsyat akibat hantaman gempa berkekuatan 7,0 SR, terlihat jelas dari pnecitraan sebelum dan sesudah bencana, bahkan google image pun merekam kerusakan dengan sangat baik. Gempa dengan episentrum dangkal, hanya 6,2 mil di bawah permukaan tanah jadi pemicu hebat kerusakan Port-au-Prince, yang memarah saat gempa susulan 5,0 dan 5,9 SR kembali memukulnya.

Strong Angel III dan STAR-TIDES, 2 menurut Doug Hanchard seperti disitat dari ZDnet, adalah organisasi berspesialisasi penanggulangan bencana berteknologi tinggi, yang pernah hadir kala Aceh dilanda bencana gempa-tsunami pun hadir penuh di Haiti. Strong Angel III dan STAR-TIDES merupakan organisasi yang mengkhususkan diri menghadapi bencana berkategori tak terprediksi, yang membedakan keduanya dari kebanyakan badan penanggulangan bencana atau SAR adalah pelibatan teknologi tinggi yang begitu intensif dan dalam spektrum yang sedemikian kompleks. Memang diakui sekalipun secara teknologi keduanya mumpuni, namun tak ada yang pernah tahu "skenario" bencana yang bakal terjadi setiap waktu.

Tantang utama saat bencana hebat melanda sebuah wilayah yang luas/negara adalah melakukan asesmen. Semua departemen pemerintah setempat dan seluruh dunia memiliki tim yang akan meninjau apa yang telah terjadi dan mulai melakukan pengamatan, dan inilah yang terjadi sesaat setelah bencana terjadi. AS menggunakan satelit pencitraan bumi, pesawat angkut mulai berterbangan, dan memulai operasi pertolongan terbesar. Seluruh tim yang berasal dari seluruh penjuru dunia mulai bersiap melakukan fase pertama :respon, Search & Rescue (SAR).

Tim SAR kota melengkapi diri dengan berbagai instrumen mini berteknologi tinggi seperti alat untuk mendengar suara korban yang selamat di bawah reruntuhan, melengkapi kemampuan anjing pelacak, jackhammer dan lampu penerang sehingga dapat melakukan pertolong medis. Sementara itu tim SAR dari; Brazil, Venezuela,China, Perancis,Belgia, Kanada, Meksiko bersiap memberikan bantuan medis dalam skala besar. Faktanya ada lebih banyak korban ketimbang tim penolong, saat kondisi terjadi maka bantuan teknologi sangat diperlukan dan kebutuhan mendasar bagi semua anggota tim yaitu ketersediaan radio komunikasi genggam yang akan menolong dalam melakukan koordinasi dan memberikan apa saja kebutuhan dalam melakukan pertolongan di seluruh kota.

Sama pentingnya adalah ketersediaan banyak generator dan bahan bakar dan semua tim SAR memilikinya sehingga semua tim berkemampuan mandiri dalam melakukan operasi, tak menjdi beban bagi tim SAR lainnya. Hal pertama yang dibangu oleh tim SAR adalah stasiun-stasiun pengisi ulang batre di semua base camp, yang juga memiliki penampungan, makanan dan berbagai macam logistik yang mampu menghidupi semua tim.

Operasi skla besar sangat dibantu dengan pengoperasian rumah sakit lapangan yang diawaki oleh tim medis yang mampu bekerja dalam lingkungan yang sangat sulit, namun mampu menangani hampir seluruh jenis pelayanan medis yang dibutuhkan oleh korban bencana gempa seperti ; luka karena tertimpa beton dan patah tulang. Unit-unit rumah sakit militer dari 10 negara pun menjadi tulang punggung pengoperasian pertolongan medis dan didukung oleh rumah sakit terapung USNS Compfort yang mampu melakukan perawatan berskala rumah sakit besar dan lengkap.


USNS Comfort yang dibuat tahun 1976 dan awalnya sebuah kapal tanker memiliki luas dan lebar setara tiga kali luas lapangan bola, memiliki 250 tempat tidur, namun sanggup mengakomodasi hingga 1000 pasien, memiliki 550 orang tim medik termasuk untuk menangani operasi trauma, operasi ortopedik, operasi kepala dan leher, operasi mata, dan ginekologi.

Haiti pun menjadi daerah yang mati sarana telekomunikasi, hanya menyisakan telekomunikasi wireless dan operasionalnya sangat bergantung pada kesediaan disel sebagai pemasok listriknya. Walau memang terkadang off line dan tak seluruh kota terliputi oleh sinyal selular. Internet pun hanya beroperasi melalui infrastruktur nir kabel. Pada sejumlah bagian kota internet masih berfungsi baik, dan tim harus menentukan bagaiamana mengoptimalkannya sehingga kelak Tim Paska Bencana dapat memanfaatkannya, untuk membangun kembali kehidupan masyarakat. Sekalipun dahsyat tetapi tak seseram bencana Banda Aceh, dan salah satu teknologi yang diandalkan untuk mengoptimalkan infrastruktur teknologi adalah terminal-terminal BGAN yang dibawa oleh tim.


BGAN adalah sigkatan untuk Broadband Global Area Network, sebuah teknologi telekomunikasi berbasis satelit yang mampu mencakup 90% bumi. BGAN sangat berguna di wilayah yang terisolasi, sangat mudah digunakan: cukup arahkan ke langit pada sudut tertentu, sambungkan dengan kabel ethernet atau hidupkan saja fungsi WiFi (pada model tertentu). Bahkan BGAN dapat mendukung beberapa laptop sekalgus, memiliki terminasi ISDN hanya dengan menghubungkannya dengan sebuah telepon digital maka fungsi telepon dapat digunakan oleh satu atau dua orang dalam setiap tim, dapat melayani email, "chat", bahkan video confrence. Tetapi memang jadi permasalahan besar jika ada ribuan orang membutuhkan komunikasi darurat maka biaya bandwith satelit akan meroket.

Selain BGAN ada opsi lainnya yang dapat dimanfaatkan yaitu:Very Small Aperture Terminal (VSAT), komunikasi satelit dua arah yang memiliki antena piring yang hanya berdiameter kurang dari 3 meter. Kebanyakan VSAT berdaya jangkau 75 cm hingga 1,2 meter. Instrumen komunikasi hanya cocok untuk komunikasi yang membutuhkan kecepatan yang lebih tinggi dan memenuhi kebutuhan sistem berkecepatan 5,10 dan 50 MB/S. Permasalahannya yang dihadapi dalam menggunakan VSAT cukup banyak saat digelar di wilayah bencana, yaitu; membutuhkan waktu untuk merangkainya, instalasi dan set up, dan membutuhkan infrastruktur jaringan yang andal agar dapat digunakan oleh pengguna secara luas.



Hampir semua kedutaan di Port-au-Prince menggunakan VSATs untuk komunikasi. VSATs digunakan dengan kapasitas bandwith maksimum dan tenaga listrik genarator jadi hal pokok yang harus terus tersedia. Namun di wilayah bencana bahan bakar sangat sulit dijumpai. Hal lain yang merumitkan dan membuat waktu pertolongan begitu lama, antara lain; bandara yang hanya memiliki satu run way, area parkir pesawat kecil digunakan untuk penampungan pesawat bantuan logistik. Pengoperasian menara diambil alih oleh personil AS. Bantuan navigasi elektronik dioperasikan di bandara, meliputi; lampu run way, dan bandara beroperasi 7/24.

Penyebaran informasi (information Sharing) menjadi komponen utama dalam situasi bencana besar, tak hanya penting untuk melakukan berbagai upaya emergency yang harus berkoordinasi secara internasional, tetapi juga pada tingkat lokal dan nasional. United States Agency for International Development (USAID) dengan teknologi US SOUTHCOM: GeoChat yang dibuat oleh Instedd.org sangat membantu information sharing.

GeoChat dapat memfasilitasi distribusi informasi berharga ke sluruh wilayah bencana secara luas ke seluruh pihak dan organisasi yang terlibat dalam operasi kemanusiaan. Distribusi informasi pun dilakukan oleh seluruh unit militer, sukarelawan NGO dan berbagai organisasi lainnya melalui web portal AS yang dioperasikan oleh APAN.



APAN ( All Partners Access Network) mengintegrasikan, membagi dan menyebarkan informasi yang diperlukan untuk menyokong operasi kemanusiaan. Seluruh sumber informasi diintegrasikan lalu ditampung dan disebarkan dengan kandungan data; aset, permasalahan di lapangan, layanan yang tersedia bagi para pembuat keputusan yang berada di satu gedung dan secara kolektif menentukan aksi yang akan dilakukan.

Kerjasama semacam ini tak terdengar saat Gempa-Tsunami Banda Aceh 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar